Aku belajar sesuatu dari hidup dan tinggal di rumah kos; sebuah demokrasi! Kami hidup sendiri-sendiri, dengan berbagai pekerjaan, perjuangan dan nasib yang dipikul masing-masing penghuni. Tak ada tegur sapa, jika pun ada itu hanyalah basa-basi adat ketimuran. Jika ada yang berbicara banyak, bisa dipastikan itu dari kawan sekampung dan bukan orang lain. Atau ibu-ibu yang bergosip tentang tetangga tak jelas pekerjaannya, sebab ia sering di kamar dan menulis entah apa (penyair kurus-berkacamata di kamar atas). Demokrasi, ya, demokrasi. Orang boleh bicara apa saja, asal tak didengar orang lain-- jangan lupa tutup pintu dan jendela, atau hidupkan musik keras-keras. Asal tak menganggu ketertiban- ketentraman,semua sah-sah saja. Tangis bayi lapar atau ibu marah-marah adalah orkestra sehari-sehari. Tak bisa dicampuri, sebab itu kesunyian nasib yang hakiki. Kau kenyang atau lapar tak ada yang peduli, sebab begitulah TV mengajarkan--hid
Memasuki blog-mu seperti memasuki dimensi ruang yang berbeda. Hening, sepi, namun ada makna keteduhan di dalamnya. Aku berharap bs sepertimu, tanganku yg kaku dapat lincah menuangkan kata2 dalam pena dan kertas.
ReplyDeleteTerima Kasih, Sayang. Aku masih perlu belajar banyak. Iya, cobalah menulis, menuangkan pikiran ke dalam tulisan. Menulis buku harian adalah awal yang bagus.
ReplyDelete