Di tengah kekayaan makna, izinkan sesekali hening dan sepi itu "berbicara." Tidak dalam posisi menyalahkan, namun datang sebagai pelengkap yang belum tentu lengkap.
Di toko modern, penyair itu memesan kopi. Dia bangun dini hari, ingin menikmati pagi Jalanan gelap, lampu-lampu dipadamkan. Pengemudi memacu kencang kendaraan. Tadi dia sempat merapikan buku-bukunya. Hendak dijual semua untuk penuhi hidup. Istrinya tak suka ia mencintai buku-buku Tak mendatangkan uang tidak berguna Dia suka kalau penyair itu banyak menulis Perlu membaca jika ingin mewujudkan itu. Logika sering memusuhi perasaan penyair Membuat mereka sering berselisih paham. Penyair itu ingin berpisah dengan istrinya Istrinya menolak tidak mau meninggalkan Ada yang mesti diperjuangkan selama ini Pergi bukan jawaban yang bijaksana kini Mereka hanya perlu memperbaiki cinta Memahami bahwa semua akan baik saja. Di meja ia teringat istrinya masih terlelap Dibelinya roti coklat juga susu lalu pulang 2023 [Photo by Annie Spratt on Unsplash ]
Rumah Berdaya Denpasar siang itu tampak lebih sepi dari hari biasa. Hanya tampak beberapa pegawai yang bertugas. Di masa pembatasan sosial karena wabah Covid-19 memang warga Rumah Berdaya dihimbau untuk lebih banyak di rumah, hanya pada saat berobat datang ke komunitas orang dengan gangguan jiwa yang berlokasi di Jalan Raya Sesetan, Pegok, Denpasar Selatan ini. Saya menemui Nyoman Sudiasa, Koordinator Rumah Berdaya Denpasar dan berbincang tentang kegiatan bedah rumah yang baru saja selesai dan diserahterimakan pada akhir Maret 2020 lalu. Bedah rumah adalah program baru Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) simpul Bali, induk organisasi Rumah Berdaya Denpasar. Biasanya, program bedah rumah diinisiasi oleh pemerintah. Namun yang dilakukan kali ini berbeda. Bedah rumah dikerjakan oleh orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) khususnya skizofrenia. Mereka adalah warga Rumah Berdaya Denpasar yang telah pulih. Pak Nyoman, panggilan akrab Nyoman Sudiasa dengan samringah ...
Media sosial kini menjadi permainan yang mengasyikkan bagi kebanyakan orang, termasuk para penulis. Menjadi wadah ekspresi tempat berbagi pemikiran dan karya, melalui tulisan pendek dan panjang atau sekadar status yang hanya terdiri dari beberapa kata atau kalimat. Ruang interaktif yang menjadi ciri khas media ini membuat setiap tulisan bisa dikomentari pengguna lain menghadirkan suasana yang hampir mirip dengan kehidupan nyata. Bahkan, Hiperrealitas, meminjam istilah seorang pemikir. Saya perhatikan, beberapa kawan penulis yang aktif di media sosial juga aktif menghasilkan karya misalnyamenulis buku. Awalnya saya berasumsi media sosial menjadi godaan besar penulis, karena bisa menyita waktu produktif dengan saling berbalas komentar atau terlibat dalam diskusi dan obrolan tentang sebuah isu atau fenomena yang hangat di masyarakat. Namun, tak semua penulis gemar menggunakan media sosial, ada juga yang menghindarinya. Bagi penulis yang jeli dan cerdas, media sosial bis...
becik ru....lanjutkan
ReplyDelete