Di tengah kekayaan makna, izinkan sesekali hening dan sepi itu "berbicara." Tidak dalam posisi menyalahkan, namun datang sebagai pelengkap yang belum tentu lengkap.
Kudengar suara gamelan Menjelma irama kematian Pada nasib tak berpihak Di mana dan kapan saja Rahasia segala rahasia Kulihat engkau risau Sakit lama kau derita Kepahitan bertahun silam Kekalahan demi kekalahan Kau hadapi dengan gagu Kapan semua berlalu Nasib tak selalu baik Pada Bhatara mengadu Pemuja Ibu baik hati Penawar segala perih Di Pura, kau jadi abdi Pelayan-penyembahNya Bahagia jalani semua Air basuh resah-gelisah Mengalir dingin hatimu Suara-suara di telinga Tak lagi kau dengar Berganti doa dan mantra Larut-menyatu dalam diam Bertemua Ia maha sakti Hari Om Hari Om Denpasar, 27 Juni 2018 Painting: Tramps Yale Men Outsider Art Brut RAW Visionary Naive Primitive Elisa Title: Three Tramps Flirting With Yale MenSize: 12X16Media: Acrylic on Canvas BoardThe painting you are viewing is an acrylic sketch straight from the subconscious pit of Mondoexpressionism. These are quick stream-of- conscio
Rumah Berdaya Denpasar siang itu tampak lebih sepi dari hari biasa. Hanya tampak beberapa pegawai yang bertugas. Di masa pembatasan sosial karena wabah Covid-19 memang warga Rumah Berdaya dihimbau untuk lebih banyak di rumah, hanya pada saat berobat datang ke komunitas orang dengan gangguan jiwa yang berlokasi di Jalan Raya Sesetan, Pegok, Denpasar Selatan ini. Saya menemui Nyoman Sudiasa, Koordinator Rumah Berdaya Denpasar dan berbincang tentang kegiatan bedah rumah yang baru saja selesai dan diserahterimakan pada akhir Maret 2020 lalu. Bedah rumah adalah program baru Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) simpul Bali, induk organisasi Rumah Berdaya Denpasar. Biasanya, program bedah rumah diinisiasi oleh pemerintah. Namun yang dilakukan kali ini berbeda. Bedah rumah dikerjakan oleh orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) khususnya skizofrenia. Mereka adalah warga Rumah Berdaya Denpasar yang telah pulih. Pak Nyoman, panggilan akrab Nyoman Sudiasa dengan samringah
Aku belajar sesuatu dari hidup dan tinggal di rumah kos; sebuah demokrasi! Kami hidup sendiri-sendiri, dengan berbagai pekerjaan, perjuangan dan nasib yang dipikul masing-masing penghuni. Tak ada tegur sapa, jika pun ada itu hanyalah basa-basi adat ketimuran. Jika ada yang berbicara banyak, bisa dipastikan itu dari kawan sekampung dan bukan orang lain. Atau ibu-ibu yang bergosip tentang tetangga tak jelas pekerjaannya, sebab ia sering di kamar dan menulis entah apa (penyair kurus-berkacamata di kamar atas). Demokrasi, ya, demokrasi. Orang boleh bicara apa saja, asal tak didengar orang lain-- jangan lupa tutup pintu dan jendela, atau hidupkan musik keras-keras. Asal tak menganggu ketertiban- ketentraman,semua sah-sah saja. Tangis bayi lapar atau ibu marah-marah adalah orkestra sehari-sehari. Tak bisa dicampuri, sebab itu kesunyian nasib yang hakiki. Kau kenyang atau lapar tak ada yang peduli, sebab begitulah TV mengajarkan--hid
becik ru....lanjutkan
ReplyDelete