#Lorong, Puisi Angga Wijaya



/1/
Aku datang, senantiasa. Bicara tentang hari terlewati,
juga kenangan yang berlalu seperti angin. Terluka oleh
waktu yang menelikung diam-diam. Nasib? Entahlah
Kita adalah penulis takdir, terpatri di kening seperti
para tetua katakan. Jangan bersedih, cinta masih ada
selama kau percaya padanya. Di rumah sakit ini,
kesedihan merayapi lorong bagai hantu gentayangan
air  mata tumpah, kematian begitu menakutkan
ia bisa datang kapan saja tak kenal waktu.

/2/
Tiga tahun aku mengenalmu, setiap bulan datang
meminta penawar sakitku, penyakit yang hancurkan
mimpi dan harapan. Aku tak menyerah, masih banyak
kawan bernasib lebih buruk, terbuang dan dikurung
dalam kamar sempit berterali, terpasung dengan sorot
mata nanar penuh amarah. Kau bebaskan mereka,
melepas rantai yang mengikat kaki. Masih ada harapan,
seperti Wayan yang kini bebas dan bersemangat

/3/
Kulihat pasien menunggu di lorong
Terpancar harapan di matanya
Duka-lara sirna perlahan
Berganti suka-cita, tertawa hadapi
hidup yang kadang bagai lelucon
Seperti juga aku, kutulis puisi
Untuk sembuhkan luka di dada
Masa lalu berlalu bagai kuda pacu
Berlari dan menerjang segala kelu




Denpasar, 18-19 Maret 2018

Foto: Suasana di RSUD Wangaya Denpasar. Koleksi Pribadi

Comments

Popular posts from this blog

SERENADE PAGI | Puisi Angga Wijaya

Bedah Rumah; dari ODGJ untuk ODGJ

Telaga Ngembeng