Jangan Terlalu Serius, Hidup itu Lelucon...





“Tuhan itu selalu bercanda! Perhatikan hidupmu sendiri – itu adalah sebuah lelucon. Perhatikan hidup orang-orang lain dan kau akan menjumpai begitu banyak lelucon di sana-sini. Keseriusan adalah penyakit. Keseriusan sama sekali tidaklah spiritual. Spiritualitas itu adalah tawa. Spiritualitas itu adalah keriangan. Spiritualitas itu adalah canda.” – Osho

Saya terhenyak. Kata-kata Osho, mistik panutan saya yang saya baca di akun Facebook seorang kawan membuat lamunan saya terhenti sejenak. Jika dipikir-pikir Osho benar juga, hidup adalah sebuah lelucon. Suka-duka silih berganti dalam hidup kita, bagai awan yang berlalu, tak permanen. Saya pernah menjadi begitu serius, saat duduk di bangku sekolah rajin belajar demi masa depan yang ternyata hanyalah semu, sebab itu hanyalah pengkondisian dari orang tua dan juga masyarakat. Sejak dini kita dibebani berbagai harapan, hingga kita tak sadar melakukan suatu hal secara terpaksa karena keinginan dan harapan orang lain yang sangat membebani. 

Begitu seriusnya belajar hingga lupa menikmati masa remaja, bermain dan berkumpul bersama teman-teman. Saya menjadi begitu serius menjalani hidup. Hidup yang entah untuk apa dan siapa. Saya sadar hal itu bertahun-tahun kemudian, saat didera penyakit mental bernama skizofrenia yang merupakan gangguan pada otak yang menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan dalam membedakan antara kenyataan dan pikirannya sendiri. Pada masa itu saya benar-benar berada di titik nadir, kuliah tak lulus dan merasa gagal dalam hidup. Saya berpikir ulang tentang diri saya; sejak kecil rajin belajar dan kerap mendapat juara kelas dan berakhir dengan kegagalan. Untuk apa semua ini? Apakah Tuhan sedang bercanda? Benar-benar sebuah lelucon! 

Tak hanya diri sendiri, hidup orang lain juga memiliki kisah yang tak kalah getir, bagai kisah sinetron yang tak melulu berakhir suka. Di titik ini saya sadar hidup adalah sebuah lelucon, apa yang kita cita-citakan belum tentu tercapai, dan kita tak pernah disiapkan untuk menemui sebuah kegagalan yang mengakibatkan depresi dan penyakit mental lainnya. Untunglah sejak SMA saya mulai tertarik pada spiritualitas, yang menjadi bekal sehingga tak berujung pada tindakan fatal seperti bunuh diri. 

Pengalaman skizofrenia membuat saya banyak berubah, saya kini lebih santai dan tak terlalu serius seperti dulu. Ya, keseriusan adalah penyakit dan itu sama sekali tidak spiritual. Spiritualitas yang kita kenal selama ini sangat serius; berdoa tiap hari, melakukan laku spiritual seperti puasa, berdzikir bahkan berziarah ke berbagai tempat suci. Ada reward dan punishment disana, jika kita rajin melakukannya akan mendapat surga di kehidupan kelak, jika kita tak melakukannya dan lebih sering berbuat dosa akan mendapat tempat mengerikan bernama neraka. Begitu serius, seperti wajah orang-orang yang tekun beragama. Wajah mereka sangat serius, jarang kita temukan senyuman dan tawa pada mereka.

Bagi Osho, spiritualitas justru kebalikannya. Spiritualitas adalah tawa, keriangan, dan canda. Ada salah satu metode meditasi Osho yang di Indonesia diadopsi oleh Anand Krishna di ashram-nya yakni meditasi tawa. Kita diajak tertawa mengingat hal-hal yang lucu dan membahagiakan dan terpicu untuk tertawa hingga terpingkal-pingkal bahkan sampai mengeluarkan air mata. Dalam ilmu psikologi itu termasuk katarsis, pembersihan emosi sehingga yang dirasakan setelah tertawa adalah kelegaan dan rasa nyaman. Tertawa juga menyehatkan meneurut berbagai penelitian. Jadi, jangan terlalu serius, sisakan waktu untuk tertawa karena sekali lagi keseriusan adalah penyakit. Sebab hidup adalah sebuah drama maka mainkan peranmu sebaik-baiknya, jangan terlalu serius, semua itu permainan. Namun meski hanya permainan jalani dengan serius peranmu. Begitu Anand Krishna menulis dalam sebuah bukunya. 


Gambar: lukisan "Four Trees" Egon Schiele. Sumber: http://www.canvasreplicas.com

Artikel ini juga dimuat di Tatkala.co, 24 Februari 2018

Comments

Popular posts from this blog

Telaga Ngembeng

Bedah Rumah; dari ODGJ untuk ODGJ

Kamar Kos dan Demokrasi